TANAH TEMPAT TUMBUH AKAR KORUPSI

Masalah korupsi, yang menjadi musuh besar kemanusiaan di manapun, tumbuhnya ternyata dari banyak sektor dan faktor. Bila diibaratkan perdu benalu, yang menopang ‘benalu kurupsi’ itu berasal dari akar serabut, yang tampak kecil-kecil, tapi begitu banyak dan rumit untuk dicabut satu per satu.

Namun bila dilihat dengan ukuran lebih besar (zoom), akar serabut itu berasal dari cabang-cabang besar, dan dari cabang terbentuk sekian ranting, dan ranting itu melahirkan ranting baru, sementara ranting lama tumbuh membesar menjadi cabang.

Nah, salah satu cabang besar dalam perdu korupsi itu, bisa diberi nama agraria (urusan tanah). Kanal jurdik.id telah menurunkan satu tulisan, yang terkait erat dengan DIALOG ini, bersama aktivis pendidikan dan agraria. Berikut petikan dialog Doddi Ahmad Fauji dari jurdik.id dengan Sapei Rusin.

Anda menuturkan, ada 190-an juta haktare tanah darat Indonesia, sekira 120 juta hektare ternyata dikuasai segelintir orang. Ada satu orang menguasai jutaan hektare, tapi ada jutaan penduduk malah tak punya tanah darat, data ini menurut siapa?

Itu ada dalam buku gubahan Bachriadi, 2020, Agrarian Resources Center (ARC): dari total luas daratan Indonesia 190jt Ha, dialokasikan dan digunakan untuk kegiatan bisnis dan industri yang dikuasai/dimiliki oleh korporasi seluas 114jt Ha. Seluas 75jt ha, di antaranya digunakan untuk tiga kegiatan ekonomi skala besar: pertambangan, kehutanan, dan agroindustri.

Jika dikalkulasi, 190 – 114 = 78Ha adalah kepemilikan individual yang juga tidak merata, untuk lebih dari 250 juta penduduk Indonesia. Dari 250 juta penduduk, golongan menengah ke bawah diperkirakan 200juta, maka tampak jomplang dari sisi akses untuk mendapatkan hasil pembangunan. Ini tak sesuai dengan cita-cita proklamasi pun UUD pasar 33 sebelum amandemen.

 Gagasan Ang Rusin agar Pasal 5 Pancasila dapat diwujudkan bila dikaitkan dengan kondisi jomplang di atas?

Seluas 78jt ha. tidak berupa kepemilikan individu, Kang. Karena sebagian besarnya adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi ekologis. Tetap dalam penguasaan negara. Belum lagi tanah-tanah cadangan. Adapun tanah yang berupa pertanian rakyat seluas 21,6jt ha.

Gagasan untuk mewujudkan keadilan sosial dengan menjalankan mandat konstitusi, UUPA No 5/1960 dan TAP MPR no.IX/2001, yaitu: penataan ulang struktur penguasaan, pemanfaatan dan pemilikan tanah dan sumberdaya alam lainnya.

Itulah yg disebut dengan program Reforma Agraria, Diikuti dengan penumbuhan dan penguatan koperasi-koperasi produksi rakyat.

Sebelum ke yang lain, ini mengenai koperasi, mengapa sokoguru ekonomi itu kurang gercep, tidak bisa muih dengan lancar, apakah karena nafas-nya tersandung sifat dari kapitalisme liberalistik, individualistik-borjuistik yang punya akses dan aset kuat?

Nah ini panjang cerita. Almarhum Adi Sasono sewaktu menjadi Menkop pernah menyatakan bahwa dari ribuan koperasi yg ada di Indonesia, yg benar-benar dapat disebut koperasi ngga lebih dari 1% saja. Apa maksudnya? Jawabannya panjang lebar lagi 😁

Banyak yg namanya koperasi, tetapi watak dan perilakunya tidak jauh berbeda dengan PT, CV, Yayasan, dll. Koperasi itu kumpulan orang. Bukan sekedar kumpulan modal. Modal yg diusahakan harus mencerminkan jumlah orang yg bekerjasama dan bekerja Bersama. Bahkan dalam 5 tahun terakhir para rentenir bebondong-bondong mendirikan koperasi 😂

Di lain waktu, kita berdialog soal koperasi, karena tampaknya begitu panjang ceritanya, bisa dibuat novel. Masalah Reforma Agraria, yang diharapkan dapat mengurangi atau memangkas kesenjangan keadilan sosial, di mana letak kendala krusial-nya?

Kendala krusialnya bersumber dari para pihak yang berada pada struktur penguasaan luas. Mereka yang berada di sini, tampak saling berkelindan, antara segelintir konglomerat, penguasa, dan aparat keamanan.

Ya, sudah terprediksi, masalah kepentingan dan politik pasti keruh mengurusi reforma agraria ini.

Sejak kapan Reforma Agraria mulai dicetuskan, dan hingga kini, sudah sampai di mana?

Sejak keluarnya UUPA 5/1960 keluar. Tapi ‘diboikot’ oleh yg anti dengan menggunakan stigma gerakan pendudukan sepihak PKI.

Lalu apa yang mesti dilakukan kini, oleh rakyat dan cendekiawan yang paduli, agar reforma agraria bisa kembali dihidupkan dan dilaksanakan?

Reforma Agraria masuk menjadi salah satu dari Nawa Cita nya Jokowi sejak periode pertama. Ada bbrp kerangka pikir yg kurang pas, dalam implementasinya tersendat-sendat. Bahkan bisa dikatakan banyak tidak konsisten dgn pilihan kebijakan dan program lainnya.

Sejak lama Bank Dunia banyak mempengaruhi belokan2 kebijakan dan program ini

Nah, bila dikaitan dengan buku 24.2: Manifesto Penataan Ulang Penguasaan Tanah ‘Kawasan Hutan’ dan ikut campur Bank Dunia, berarti secara the facto, masyarakat harus perang melawan kerakusan kaum nekolim yang berbaris rapat dalam lembaga keuangan dunia dan antek-anteknya?

Iya kang. Itulah yg menjadi latar belakang tumbuh kembangnya serikat-serikat petani sejak akhir 90-an. Agenda pokoknya melawan berbagai upaya dari pihak2 yang anti agrarian reform.

*

Dialog sampai di sini, dijeda dulu. Nanti akan dilanjutkan. Kedua belah pihak, yang bertanya dan yang menjawab, perlu mengumpulkan data dan merumuskannya, supaya dialog ini menghasilakan minimalnya konsep yang menjadi agenda untuk dikerjakan, oleh siapapun.

Sapei Rusin, alumni ITB Jurusan Planologi, lulusan tahun 1997. KARIR: Ketua Majelis Pengarah Organisasi (MPO) Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Penggerak Advokasi Kerakyatan, Presidium Sarasehan Warga Bandung (SAWARUNG), Peneliti AKATIGA dan B-Trust.

Foto-foto dalam Dialog ini, diambil dari FB, sesuai saran Sapei Rusin.

Tulisan terkait, bisa disimak di sini: https://jurdik.id/2022/06/02/kembalikan-tanah-ke-dalam-pangkuan-sila-ke-5-pancasila/

One thought on “TANAH TEMPAT TUMBUH AKAR KORUPSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *