Katarsis Luka

Karya: Shofiyah

 

Matamu menjadi Arzak, senang sekali meliput liliput yang terlipat di sejumput bentala—jarak

menuju perkampungan singgah—tempat kau berada untuk menangkar masa.

Kemenangan hanya menjadi rudal paling ingin ditukar; tapi lagi-lagi embargo menjadi surat tilang paling dihormati tanpa dinanti.

 

Alasannya hanya dua, tumbuh dengan satu tujuan atau berhenti sebab iming-iming yang berkesinambungan. Ah, tak ingin

rasanya memelankan perjalanan meski di bahu kiri jalan, hanya bersuara senyap. Memperlihatkan roda yang berporos pada jalanan.

Kau di pengembaraan masa—menjadi muda. Bukan tradisi, memang!

Namun, menang hanyalah perihal usia yang dituakan meskipun kau enggan menjadi manusia senja dengan liputan silam mengenaskan—berakrobat dengan kedukaan dan keberingasan hati, misalnya.

 

Di sinilah kau sekarang. Duduk mangkir mengendap dengan hati-hati, khusyuk menukar pinta dengan kenyataan, menghirup oksigen dengan berbanyak-banyak tanpa alasan biologis, tapi logikamu ikut mencerna tanpa mencecar.

 

Begitulah dunia. Bukan milikmu, ‘kan?

 

Probolinggo, 22 Juni 2022

 

 

One thought on “Katarsis Luka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *