Goodbye Gaji ke-13!

Buke, kalau ada lebihnya gaji ke;13, buat ngasih ke satpam, ya!”

Bu Tutik merengut.

“Lho, uang yang Pake kasih ke aku udah habis, toh, buat utang kita buat bayar kuliah si Ragil!”

Pak Narto merenung. Sudah lama dia rembukan dengan istrinya, kalau ada gaji mau ngasih sedikit buat para satpam di perumahan mereka.

Tapi ternyata uang mereka habis. Memang, istrinyalah  yang bertugas mengatur keuangan, Pak Narto selalu memberikan semua penghasilan kepada istrinya itu.

Tak mau berdebat, Pak Narto mengalah.

“Yo, gak apa-apa, Buke. Nanti kalau ada rezeki lain, kita kasih mereka”.

Istrinya mengangguk lega. Senyuman manis tersungging di bibirnya.

“Anter aku ke supermarket, Pake. Kita kehabisan beras!”

“Iya!”

Pak Narto mengeluarkan motor tuanya. Berdua mereka menuju supermarket yang agak jauh dari rumah mereka.

Dengan cekatan, Bu Tutik mengambil beras dan minyak goreng. Kebutuhan utama untuk mereka.

“Ini aja yang kita beli, Pake, soalnya uang kita cuma sedikit!”

Mendengar kata-kata istrinya, Pak Narto mengurungkan niatnya untuk mengambil anggur. Sambil mendorong troli, segera dia membuntuti istrinya menuju kasir.

“Semuanya 180 ribu, Pak” ujar kasir ramah.

Buke, uangnya!” Pak Narto melirik istrinya.

Bu Tutik segera membuka tas slempangnya.  Entah karena terburu-buru atau gugup, tiba-tiba uang yang disimpan rapi tercabut semua, dan berhamburanlah di lantai.

“Lha, kok uangnya masih  banyak, to, Buke!” Pak Narto terkaget-kaget.

Tadi istrinya mengatakan, uang mereka telah habis. Tak kurang dari sepuluh lembar uang berwarna merah, tergeletak di lantai.

Tanpa menjawab, Bu Tutik memunguti uang tersebut, dan segera menyimpannya di dalam tas. Diulurkannya dua lembar uang berwarna merah ke kasir.

“Ini uang buat bayar utang ke warung, Pake!” Bu Tutik berbisik ke telinga suaminya.

Pak Narto hanya termangu, menepis su’udzon dalam hati.

Dia memang selalu mengalah, demi kebaikan rumah tangganya.

Goodbye gaji ke -13, bisiknya dalam hati, sambil membonceng istrinya pulang. Ketika melintasi Pos Satpam, Pak Narto menambah kecepatan sepeda motornya. Dia tak tega, melihat pandangan memelas mereka.

 

 

 

 

 

neni.hendriati@gmail.com

Neni Hendriati adalah guru di SDN 4 Sukamanah. Buku yang pernah diterbitkan bersama dua saudaranya, yaitu Teh Teti dan Pipit, berupa antologi puisi berjudul "Merenda Harap"(2018). Bersama KPPJB, penulis menerbitkan Antologi Cerpen "Jasmine"(2021), "We are Smart Children"(2022), Antologi Senryu dan Haiku "Alam dan Manusia dalam Kata"(2022), "Berkarya Tanpa Batas Antologi Artikel Akhir Tahun"(2022) , Buku Tunggal "Cici Dede Anak Gaul" (2022) dan "Aku dan Chairil"(2023)

6 komentar pada “Goodbye Gaji ke-13!

  • Juli 5, 2022 pada 4:40 am
    Permalink

    Habis dech pke bayar utang 😘, selalu. Bikin semangat maosna🥰🥰

    Balas
  • Juli 5, 2022 pada 4:46 am
    Permalink

    Hihihi, itu uang perempuan namanya, Bun….uang rahasia….! Eh, malah mbrudul! Jadinya ketahuan, deh…nasib…nasib…

    Balas
    • Juli 5, 2022 pada 6:25 am
      Permalink

      Hahaha, itulah liku-liku nyimpen duit, udah direncana mau ini itu, giliran ada ya utang dulu yg dihulukan😘

      Balas
      • Juli 6, 2022 pada 1:00 am
        Permalink

        Betul sekali, Bun…hihihi

        Balas
  • Juli 6, 2022 pada 12:33 am
    Permalink

    Goodbye gaji ke 13 :
    Apa yg dilakukan ibu dlm cerita adalah wajar, sebab seorang ibu rmh tangga terkadang suka malas ribut dengan suami bila kehabisan uang, sementara tuntutan kebutuhan hidup rmh tangga ga ada habis2nya apalagi biaya sekolah untuk anak.

    Balas
    • Juli 6, 2022 pada 1:05 am
      Permalink

      Betul, Bun…sekarang kewalahan dalam mengatur uang…segala mahal dan harus dibayar pula oleh kita, para ibu rumah tangga….

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *