MENEROKA TEKS (III): SEBUAH ANCANGAN TEKSTOLOGI
Bagian 3 dari 3 tulisan
Oleh Nizar Machyuzaar | Pengampu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Almuttaqin, Kota Tasikmalaya
PADA bagian pertama esai ini kita telah membahas pencanangan Asesmen Nasional. Salah satu kriteria penilaian Asesmen Nasional adalah Asesmen Kompetensi Minimum. Di dalamnya terdapat tiga komponen, yakni literasi membaca teks informasi, literasi membaca teks sastra atau fiksi, dan literasi menghitung atau numerasi. Kompetensi literasi dan numerasi menjadi kompetensi dasar peserta didik dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran sesuai peminatan di jenjang satuan pendidikan. Selain itu, kedua literasi ini menjadi pemerkuat peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan.
Dengan Asesmen Kompetensi Minimum, diharapkan pembelajaran setiap mata pelajaran berbasis konten (Content Lenguage Integrated Learning). Konten yang disajikan dalam setiap mata pelajaran membentuk kompetensi literasi dan numerasi. Lalu, dengan terdukung kompetensi literasi dan numerasi tersebut, peserta didik dapat lebih memahami konten setiap mata pelajaran. Proses pembentukan pengetahuan peserta didik ini berlangsung kontinu, yakni konten mata pelajara-kompetensi literasi dan numerasi-konten mata pelajaran (gambar 1). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Asesmen Kompetensi Minimum adalah proses evaluasi yang menguji kompetensi peserta didik dalam memahami konten setiap mata pelajaran sebagai teks sains.
Pencanangan Asesmen Kompetensi Minimum memosisikan rumpun mata pelajaran bahasa sebagai kompetensi dasar dalam memahami konten atau teks sains setiap mata pelajaran. Dengan begitu, pembelajaran bahasa menjadi dasar pembentukan kompetensi literasi dan numerasi peserta didik dalam memahami teks sains setiap mata pelajaran. Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks yang dirancang dalam Kurikulum 2013 signifikan meningkatkan kompetensi literasi dan numerasi peserta didik, Dengan kata lain, pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks erat hubungannya dengan hasil Asesmen Nasional, terutama aspek Asesmen Kompetensi Minimum, terkhusus tiga komponennya, yakni konten, proses kognitif, konteks (Tabel 1).
Pada bagian kedua esai ini dibahas pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks di satuan pendidikan jenjang SMA sebagai contoh. Pembahasan pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks meliputi kegiatan yang dapat dilakukan perserta didik dan bekal pengetahuan guru. Pembahasan yang cukup renik, tetapi hanya sebagian dari ragam teks ini diharapkan dapat memberi gambaran atas desain pembelajaran yang berbasis ekosistem teks, baik sebagai teks sains dalam konten mata pelajaran maupun sebagai teks yang diproduksi dan dikonsumsi dalam kehdupan sehari-hari. Apalagi, pemanfaatan sistem informasi digital telah menggeser perilaku belajar peserta didik dan guru dari interaksi sosial nyata ke maya.
Asesemen Kompetensi Minimum menjadi alat ukur untuk melihat capaian proses pembelajaran peserta didik. Kompetensi dasar literasi dan numerasi dengan komponen konten-proses kognitif-konteks menyertakan ragam teks sebagai materi uji. Sementara itu, ragam teks dipelajari dalam pembelajaran bahasa, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks memiliki peran strategis untuk menyiapkan dan menyukseskan Asesmen Nasional. Oleh karena itu, pemahaman dan (bekal) pengetahuan tentang teks atau konten menjadi tak terbantahkan untuk guru dan peserta didik di semua proses pembelajaran setiap mata pelajaran. Dengan kata lain, pemahaman dan pengetahuan tentang teks dapat dipelajari dalam sebuah ancangan pembelajaran teks atau pendek kata diistilahkan dengan tekstologi.
Pada bagian ketiga esai ini akan dibahas ancangan tekstologi sebagai ancangan sekaligus prasaran atas penyelenggaraan Asesmen Nasional dan pembelajaran setiap mata pelajaran, terkhusus pembelajaran rumpun bahasa di satuan pendidikan. Ancangan tekstologi penting dibahas karena setidaknya berkorelasi dengan kedua hal tersebut dalam memetakan keberhasilan pembelajaran di satuan pendidikan. Hal ini tentu akan menaikkan peringkat literasi dan numerasi peserta didik kita dengan pemahaman dan pengetahuan tentang teks.
- Pendahuluan
Wacana menyertakan pembelajaran bahasa dalam aspek-aspek yang melingkungi sebuah teks dibuat atau singkatnya konteks atas teks[i]. Dalam wacana setidaknya terdapat aspek pengujar atau penulis, teks (baik lisan dan tulisan dalam dokumen cetak atau dokumen rekam gambar, suara, dan gambar-suara), pendengar atau pembaca, dan acuan sosial-budaya yang melingkungi ketiga aspek sebelumnya (gambar 2).
Gambar 2 Kajian Wacana
Sumber: Machyuzaar, 2005: Lampiran 3
Tekstologi dapat diandaikan sebagai bagian tak terpisahkan dari pembelajaran wacana. Jika kita andaikan bahwa objek kajian bahasa adalah tanda, kita pun dapat mengandaikan bahwa objek kajian wacana adalah teks. Seperti sudah dipahami secara umum, kajian ketandaan dipelajari oleh semiotika. Sementara itu, kajian keteksan dapat dipelajari oleh tekstologi. Dengan kata lain, tekstologi dapat dianggap kajian wacana yang berfokus pada teks sebagai objek formak kajiannya.
Seperti sudah dipahami bersama, teks dalam wacana memiliki dua aspek pembangun laiknya tanda dalam bahasa. yakni bentuk dan isi teks. Bentuk teks dapat diandaikan sebagai keputusan (disposisi) membuat teks dengan pertimbangan dan perimbangan atas hubungan dan pertentangan tanda bahasa. Singkatnya bentuk teks berhubungan erat dengan pemilahan dan pemilihan kosakata yang disebut dengan diksi dan gaya bahasa.
Sementara itu, isi teks sangat berhubungan dengan peristiwa berbahasa atau wacana yang bertingkat, yakni kala dibuat dalam peristiwa berbahasa (atau konteks wacana pertama saat terjadi peristiwa berbahasa), kala dibakukan ke dalam teks, dan kala diresepsi oleh penanggap. Pembingkaian teks melalui ketiga tingkatan wacana ini mengakibatkan isi teks tidak identik lagi dengan makna pembuatnya. Untuk itu, gambar berikut ini dapat memaparkan bentuk dan isi teks dalam ketiga tingkatan tersebut (gambar 3).
Gambar (3) Bentuk dan Isi Teks
Sumber: Machyuzaar, 2005: Lampiran 3
- Ancangan Materi Tekstologi
Untuk memahami teks, sistem ketandaan bahasa menjadi bahan baku pembentuk teks. Sistem ketandaan bahasa ini berhubungan dengan satuan kebahasaan kata, frasa, dan klausa. Ketiga satuan kebahasaan ini dapat menjadi bahan baku pembentuk kalimat yang menandai peristiwa berbahasa, yakni sisi praksis sistem ketandaan bahasa yang digunakan oleh manusia. Satuan kebahasaan kalimat yang menandai ujaran atau tulisan seseorang akan menghubungkan kalimat dengan peristiwa berbahasa atau singkatnya wacana.
Dengan demikian, satuan kebahasaan kalimat dan paragraf yang menandai wacana menjadi bahan baku pembentuk teks. Akhirnya, teks yang sudah dibuat dari bahan baku sistem ketandaan bahasa dan bahan baku sistem keteksan wacana menyertakan 1) acuan peristiwa pertama berbahasa dan makna subjektif pembuatnya, 2) acuan diri teks dan makna otonom teks yang dijamin oleh kegramatikalan bahasa dan aturan pemodelan teks, dan 3) representasi acuan diri teks dan makna subjektif atau relatif penanggap atau penerima teks, seperti terbaca pada gambar (3).
Sejalan dengan hal di atas, tiga aspek Asesmen Nasional, terutama pada aspek Asesmen Kompetensi Minimum yang menyertakan materi uji berbasis analisis teks dan ciri pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks memiliki hubungan dengan pemahaman dan pengetahuan tentang teks. Gambar berikut ini memaparkan relevansi keduanya dengan ancangan tekstologi (gambar 4 dan gambar 5).
Gambar 4 Komponen Asesmen Kompetensi Minimum
Sumber: Sumber: Buku digital Asesmen Kompetensi Minimum dan Implikasinya pada Pembelajaran
Gambar 5 Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks
Sumber: Suherli, 2017: hlm.xiii
Dari gambar 4 dan gambar 5 dapat dikatakan bahwa konten adalah teks, proses kognitif adalah proses memahami teks yang melibatkan sistem ketandaan bahasa dan sistem keteksan wacana, dan konteks adalah aspek-aspek yang melingkungi teks, yakni pembuat-penanggap dan acuan sosial budaya kala teks dibuat, teks dibakukan, dan teks ditanggapi. Dalam proses memahami dan membuat teks, ketiga hal tersebut menjadi semacam seperangkat aturan bersama dalam memahami bentuk dan isi teks dalam proses menafsir teks atau interpretasi. Ketiga perangkat aturan bersama tersebut kemudian disebut dengan kode bahasa, kode wacana atau teks, dan kode sosial-budaya. Bagan berikut ini memaparkan ketiga kode tersebut dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks (gambar 6 ).
Gambar 6 Kode Penafsiran atas Teks
Turunan atas gambar tersebut adalah materi yang dapat disiapkan dalam tekstologi. Selain sebagai pemerkuat Asesmen Kompetensi Minimum dan pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks, ancangan materi tekstologi ini dapat menjadi pemerkuat setiap guru mata pelajaran dalam memahami teks sains atau materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didiknya. Hal ini dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut (tabel 9).
Tabel 9 Ancangan Materi Tekstologi | ||
No | Sistem Teks | Materi |
1 | Ketatabahasaan | 1. Kata dan pembentukan kata |
2. Frasa, klausa, dan kalimat | ||
3. Ejaan: pemakaian huruf, penulisan kata, penggunaan tanda baca, penulisan lambang angka, serta penggunaan singkatan dan akronim | ||
4. jenis makna kata, hubungan makna antarkata, dan perubahan makna kata | ||
2 | ketatawacanaan | 1. pengertian dan isi setiap jenis teks |
2. Struktur pembentuk setiap jenis teks | ||
3. Ciri-ciri kebahasaan setiap jenis teks | ||
4. Unsur pembentuk teks: transformasi kalimat dan paragraf dalam pemodelan teks | ||
5. Unsur-unsur kebahasaan pembentuk teks: konjungsi dan kata atau frasa penghubung | ||
3 | Konteks sosial dan budaya
|
1.Penafsiran teks: Pembingkaian teks melalui wacana: 1. Acuan pertama wacana atau wacana dan makna intensional pembuat teks; 2. Acuan diri teks dan makna otonom teks yang tidak identik dengan intensi pembuat teks; dan 3. Acuan diri teks dan makna subjektif penanggap teks |
2. Proses kognitif: relevansi nilai sosial dan budaya yang terkandung dalam teks dengan menganalisis acuan diri teks dalam diksi dan gaya bahasa teks | ||
3. Konkretisasi teks: dengan menjawab pertanyaan “Apa manfaat bagiku?” setelah selesai mempelajari sebuah teks |
Sumber: Disarikan dari berbagai sumber kajian bahasa dan wacana
- Penutup
Tentu, ancangan tekstologi sebagai pengetahuan bersama ini disusun masih dalam garis besar dan cenderung serampangan. Diperlukan kajian lebih mendalam dan detail untuk meneroka tekstologi sebagai pemerkuat proses pembelajaran setiap mata pelajaran di satuan pendidikan, pemerkuat penilaian capaian pembelajaran di Asesmen Nasional, dan secara umum pemerkuat dalam pembentukan karakter literat yang menjadi salah satu ciri dalam program Manajemen Talenta Nasional yang sekarang sedang dipersiapkan pemerintah melalui kementerian terkait.
Mangkubumi, 25 Juli 2021
* Penulis adalah pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Almuttaqin, Kota Tasikmalaya.
Daftar Pustaka:
- Teew, 2003, Sastra dan Ilmu Sastra, Penerbit Pustaka Jaya
———–,1994, Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan, Penerbit Aksara
K.M. Newton, Menafsir Teks, Penerjemah Dr. Sulistia M.L., Pendamping Prof. Dr. Ramelan M.A., 1994, Penerbit IKIP Semarang Press
Wolfson College Lectures 1974, Edited by Samuel Guttenplan, 1975, Mind and Language, Oxford University Press
Baryadi, I. Praptomo. 2017. “Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks”. Dalam Jurnal Ilmiah Kebudayaan Sintetis, Volume 11, Nomor 1, Maret 2017, hlm. 1—11 Yogyakarta:
Jurnal Ilmiah Kebudayaan Sintesis Universitas Sanata Dharma.
Baryadi, I. Praptomo. 2017. “Teori M.A.K. Halliday dan Ruqaiya Hasan dan Penerapannya untuk Analisis Wacana Bahasa Indonesia”. Dalam Jurnal Gatra: Ke Arah Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Nomor 10/11/12 Tahun IX 1990. Halaman 39—50.
Baryadi, I. Praptomo. 2017. Dasar-dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Gondosuli
Baryadi, I. Praptomo. 2017. Morfologi dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Harsiati, Titik dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utam
Machyuzaar, Nizar, 2005, Representasi Alam Benda, Pendekatan Hermeneutika Paul Riceour atas Antologi Puisi “Kalung dari Teman” Karya Afrizal Malna, Jatinangor: Skrips S 1, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran.
Machyuzaar, Nizar, 2021, “Posskriptum: Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik Teks”. Dalam Laman Artikel Badan Bahasa, Unggah Juli 2021, badanbahasa.kemdikbud.go.id. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Noortyani, Rusma. 2017. Buku Ajar Sintaksis. Yogyakarta: Penerbit Penebar Media Pustaka.
Paul Ricoeur, Interpretation Theory, Discourse and The Surplus of Meaning
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta.
Suherli dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia SMA/SMK atau MA/MAK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Suherli dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia SMA/SMK atau MA/MAK Kelas XI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Suryaman, Maman dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia SMA/SMK atau MA/MAK Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Daftar Link:
[1] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Komiri X DPR RI secara virtual pada Rabu, 20 Januari 2020. Selengkapnya sila dihampiri link berikut ini: http://ditpsd.kemdikbriud.go.id/artikel/detail/jadwal-asesmen-nasional-diundur-ke-september-oktober-2021. [1] Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat buku digital berjudul Asesmen Komptensi Minimum dan Implikasinya pada Pembelajaran. Sila dihampiri link berikut ini: https://lpmpjatim.kemdikbud.go.id/jelita/asesmen-kompetensi-minimum-dan-implikasinya-pada-pembelajaran/. [1] Sila dihampiri link berikut ini: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/empat-pokok-kebijakan-merdeka-belajar. [1] Sila hampiri link berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=iwcC17qeFi4&t=4s. [1] Sila hampiri link berikut ini: https://lpmpjatim.kemdikbud.go.id/jelita/lembar-tanya-jawab-tentang-asesmen-nasional/. [1] Sila hampiri link berikut ini: https://lpmpjatim.kemdikbud.go.id/jelita/asesmen-kompetensi-minimum-dan-implikasinya-pada-pembelajaran/ [1] Sila hampiri link berikut ini: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2018-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas [1] Level pembelajaran menyasar semua tingkat pada satuan pendidikan mulai dari SD, SMP, sampai dengan SMA/SMK. Sila hampiri link berikut ini: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2018-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas [1] Sila baca esai “Posskriptum: Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik Teks” dengan menghampiri link http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/3536/posskriptum-sintagmatik-dan-paradigmatik-teks
Manjemen Talenta Nasional
Nizar Machyuzaar
Penulis, aktif di organisasi Mata Pelajar Indonesia, Sanggar Sastra Tasik, Teater Ambang Wuruk, Gelanggang Sasindo Unpad. Karya tulis dimuat di Laman Artikel Badan Bahasa Kemdikbud, Koran Tempo, Majalah Tempo, Pikiran Rakyat, Bandung Pos, Kabar Priangan, dan beberapa portal berita digital. Karya: Buku puisi bersama Doa Kecil (1999), buku puisi tunggal Di Puncak Gunung Nun (2001), dan buku Kumpulan Puisi Bersama Muktamar Penyair Jawa Barat (2003). buku riset kerja sama KPU Kabupaten Tasikmalaya dan Penerbit Mata Pelajar Indonesia terbit bulan Juli 2021 berjudul Pilkada dan Pandemi, antara Penyelenggaraan dan Partisipasi (2021).
[i] Sila baca esai “Posskriptum: Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik Teks” dengan menghampiri link http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/3536/posskriptum-sintagmatik-dan-paradigmatik-teks
Bagian 1: KLIK DI SINI
Bagian 2 KLIK DI SINI