ARTI DAN MAKNA ‘LITERASI’

Oleh Doddi Ahmad Fauji

Pada tahun 2002, istilah literasi bahkan belum termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Maka jika literasi bangsa kita lambat dan siapa yang bersalah, saya ingin katakan, yang salah adalah pemerintah yang memiliki wewenang ilmiah dan otoritas, kenapa pada tahun 2002 istilah literasi belum diresmikan dalam KBBI?

Keterlambatan pemerintah kita maafkan saja. Selanjutnya, apa sih artinya literasi secara leksikal?

Pada buku Menghidupkan Ruh Puisi, halaman 9 – 10, saya menulis seperti ini:

Melalui bangsa India itulah, kita mengenal kebudayaan aksara (literasi). Sastra, memang identik dengan aksara. Karena itu, karya seni yang tidak menggunakan aksara, mestinya tidak disebut sebagai karya sastra.

Istilah sastra, memang diadopsi dari bahasa Sansakerta (India), yang terdiri dari kata ‘sas’, yang artinya mengajarkan, memberi petunjuk, instruksi, serta mengarahkan; dan akhiran ‘tra’, artinya menunjukkan alat, atau sarana untuk mengajar, yang dapat menjadi petunjuk, yang bisa mewujud berupa buku instruksi atau pengajaran. Jadi, pada mulanya arti kata sastra, adalah media pembelajaran dalam bentuk tertulis.

Setelah bangsa Nusantara berinteraksi dengan bangsa Eropa, masuklah istilah baru, yaitu ‘literatur’, untuk menandai semua karya tulis. Tulisan sastra, selanjutnya hanya menjadi bagian dari literatur. Istilah literatur digunakan untuk menyebutkan buku-buku referensial, yang menjadi acuan untuk memperkuat gagasan karya tulis. Tapi, dalam tataran praksis-akademis, banyak yang mengidentikkan literatur dengan karya sastra.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia daring (online) ke-3, istilah literatur tidak ada, atau belum dimuat. Namun, terdapat istilah ‘literasi’ dalam KBBI, yang artinya: 1. Kemampuan menulis dan membaca; 2. Penggunaan huruf untuk mempre-sentasikan bunyi atau kata. Sedangkan pada KBBI cetak terbitan tahun 2002, istilah literatur dan literasi, tidak ditemukan. Di sana hanya ada istilah literator, yang artinya ahli sastra.

Karena belum ajegnya penggunaan kata literatur dan literasi, maka orang Indonesia lebih memilih istilah ‘sastra’ daripada ‘literatur’, untuk menyebutkan karya tulis jenis fiksi. Juga berdasarkan sejarahnya, aksara tulis yang pertama dikenal oleh bangsa Nusantara, adalah huruf Palawa, yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sansekerta. Seandainya lebih duluan mengenal aksara Latin, sangat mungkin istilah yang digunakan untuk menandai karya tulis jenis fiksi, adalah ‘literatur’.

Secara etimologis, istilah ‘literatur’ dan ‘sastra’, memiliki pengertian yang sama, yaitu aksara. Literatur diturunkan dari bahasa Latin, “literature” (littera yang artinya huruf atau karya tulis), untuk merujuk pada “tata-bahasa” dan “puisi”. Istilah tersebut juga digunakan dalam bahasa Inggris dan Prancis (literature), dan dalam bahasa Jerman (literatur).

Literatur atau literasi, mengandung pengertian yang sama, yaitu segala macam pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. Karena itu, karya sastra hanyalah bagian dari karya literatur. Istilah literatur kini lebih dikenal dengan literasi, terutama setelah Mendikbud Anies Baswedan, mencetuskan Gerakan Literasi Sekolah, pada 2016 silam. Maka sudah benar pendapat para pakar, yang ikut urun rembug dalam Deklarasi Praha pada 2003, yang menyebutkan literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat, me-lalui pengetahuan, bahasa, dan budaya (UNESCO, 2003).

Deklarasi UNESCO juga menyebutkan, literasi informasi terkait pula dengan kemampuan seseorang untuk mengidenti-fikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengko-munikasikan informasi, untuk mengatasi berbagai persoalan.

Di era transparansi informasi, kemampuan-kemampuan di atas, perlu dimiliki tiap individu, sebagai prasyarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia, yang berkait erat dengan pembelajaran sepanjang hayat. Artinya, ‘Literasi’ tidak identik dengan karya sastra saja. Dengan demikian, menjalankan ‘Gerakan Literasi Sekolah’, bukan hanya tugas guru bahasa dan sastra Indonesia, melainkan seluruh guru, untuk mata pelajaran apapun. *

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *