SASTRA REBOAN MULAI LIBATKAN ANAK-ANAK
Bagian akhir dari dua tulisan
Oleh Doddi Ahmad Fauji *

KOMUNITAS Sastra Reboan pertama kali menggelar acara pada 28 April 2008 di Warung Apresiasi (Wapres) Bulungan, Jakarta Selatan. Berdirinya Komunitas Sastra Reboan, dituturkan oleh Johanes Sugianto (Yo Sugianto) seperti ini. Gagasan untuk mendirikan Sastra Reboan sudah lama. Ada perasaan dan penilaian, terdapat sekat-sekat dalam panggung sastra, di mana sastrawan senior terasa memandang remeh yang junior (pemula). Juga di TIM, yang bisa tampil cenderung yang itu-itu saja tokohnya, sementara peminat sastra, terutama penulis puisi di era cyber, makin berkembang luas, dan dimasuki oleh banyak pihak, termasuk para siswa.

Sekira tahun 2006, Yo Sugianto bergabung dengan milis ‘Bunga Matahari’ yang sesekali menggelar acara luring, dan di sana banyak orang kantoran peminat puisi, yang mungkin akan sulit diterima oleh penyair malang-melintang. Lalu akhirnya, karena dasarnya Yo suka puisi, ia makin kukuh untuk mendirikan komunitas yang bisa dimasuki oleh berbagai kalangan.
Pada awal 2008, ada penyair yang mau meluncurkan buku puisi. Ia menghubungi Yo dan minta bantuan untuk dapat meluncurkan bukunya. Yo diminta membuat proposal. Singkat cerita, proposal disetujui. Yo mengontak Yoyik Lembayung yang mengelola Wapres di Bulungan, yang sering dijadikan tempat untuk acara-acara kesenian. Tapi peluncuran buku itu gagal, dibatalkan oleh penyair itu dengan alasan yang terasa mengada-ada. (Yo tidak mau menjelaskan detail, karena baginya itu masa lalu, Red).

Yo mendatangi lagi Yoyik, dan melakukan lobby untuk memastikan waktu dan tempat yang sudah di-booking akan tetap dijalankan, namun acaranya akan diganti. Yo berterus terang, bercerita tentang alasan kenapa acara batal. Di situ Yo menegaskan, akan tetap bertanggungjawab untuk tetap mengadakan acara, dengan format yang berbeda, yang intinya tetap kental dengan dominan puisi.
Yoyik mengajukan jalan tengah, “Acaramu bukan komersial. Tapi ini bagus, dan harus jalan. Tak usah berpikir membayar, tapi kita lihat waktu yang luang dan belum di-booking.”
Setelah melihat agenda di Wapres, Yoyik menawarkan acara malam hari, pada hari Rabu setiap akhir bulan, karena masih kosong. Keduanya juga sepakat menamakan acara sastra itu dengan nama “Sastra Reboan”.

Yo sempat ragu, karena menggelar acara pada Rabu malam, itu masih hari kerja, sedang apresiator acara kesenian biasanya akan datang bila digelar akhir pekan. “Tapi justru ini menjadi tantangan, bagaimana bisa menghadirkan orang-orang yang sudah bekerja, yang umumnya mereka itu bisa hadir di akhir pekan,” kata Yo.
Yo segera mengontak beberapa kawan, dan mengajak bisa hadir di TIM untuk membincangkan gelaran Sastra Reboan. Hadir di Warung Alex, TIM, antara lain Zai Lawanglangit, Yonathan Rahardjo, Setyo Bardono, Budhi Setyawan, Dian Ileng, Sahlul Fuad, dan Dedi Tri Riyadi. Hasil perbincangan, semua sepakat acara digelar pada Rabu malam 30 April 2008 itu.
Disepakati juga mendirikan Paguyuban Sastra Rabu Malam (PaSar MaLam) yang diketuai oleh Yo. Berbagai kegiatan juga dirancang, tak hanya menggelar sastra pada Rabu malam itu. Dalam perjalanannya, nama Sastra Reboan lebih dikenal dengan Yo sebagai mandornya.
Yo lalu menghubungi Yoyik lagi, untuk memastikan acara 30 April 2008 akan digelar.

Selain melalui rapat tadi, Yo Sugianto juga berdiskusi dengan beberapa teman malalui telepon dan bertemu, untuk meminta saran dan dukungan, antara lain dengan wartawan cum penulis Akmal Nassery Basral (Tempo), Jodhi Yudono (kompas.com), kritikus Nuruddin Ashady, dll.
Sastra Reboan pun ditabuh, dengan diisi berbagai materi dari mulai pembacaan puisi, musik, musikalisasi puisi, pembacaan cerpen, dll. Penyair Sihar Ramses Simatupang membacakan puisi Persetujuan dengan Bung Karno karya Chairil Anwar, menutur Akmal Nassery Basral, adalah yang memecahkan telur dalam gelaran Sastra Reboan perdana.
“Wah, itu sudah lama sekali,” kata Sihar lewat japrian.
Beberapa kawan yang bisa dikontak, diundang untuk hadir. Data yang dikirimkan Akmal melalui sebuah blog, yang hadir antara lain Hudan Hidayat, Wicaksono Adi, Kurnia Effendi, Olin Monteiro, Henny Purnamasari, Anuf Chavidy, para anggota milis Bunga Matahari, Apresiasi Sastra, kemudian.com, dan lainnya. Pengisi acara lain tampak Clara Sinta, Mata Kail, Eifel Band, dan pengusaha cum penyair Slamet Widodo yang tidak jadi manggung, dan puisinya dibawakan secara musikal oleh Herwin sambil memetik gitar dengan iringan drum oleh Henri Wong.
Akmal dari Tempo hadir malam itu. “Itu tanggal 30 April bertepatan dengan ulang tahun saya. Mas Yo dan Mbak Ileng memanggil saya ke panggung untuk menerima ucapan selamat dan kue ulang tahun,” kenang Akmal.

Sejak malam itu, Sastra Reboan tak pernah menginjak rem, selalu pedal gas yang diinjak. Beberapa sastrawan yang dikenal Yo atau tim lainnya, coba diajak menjadi pengisi acara, antara lain cerpenis Kurnia Effendi.
“Aku gabung begitu saja, karena sering diminta ngisi acar oleh Yo. Misal saat ngundang Sapardi, aku yang diminta jadi pewawancara. Aku baca puisi bahasa Tegal. Baca petikan cerpen tema tertentu. Jadi narsum tema batik. Jadi MC peluncuran buku. Jadi pembicara diskusi. Sering kalau mentok sana-sini, aku diminta mengisi. Aku kan mauan. belakangan Pak Slamet yang minta aku dukung Reboan. Jadi host LKèers… waktu ngumpulin penggemar Leo Kristi, ya gitu2 lah. Intinya, aku tidak ingin terikat, tapi bantu-bantu oke,” kata Kurnia Effendi melalui japrian.
Pedal gas memang bisa diinjak dengan stabil. Namun Pandemi Covid 2019 menghentikannya. Yo sendiri tidak lagi di Jakarta dan sekitarnya, karena berpindah tempat tinggal ke Sleman, Yogyakarta sejak Juni 2016. Saat dihubungi, Yo seakan diingatkan kembali kenangannya, “Cerita soal Reboan ini, membangkitkan keping kenangan yang lama terpendam,” tulisnya, dalam japrian di Hari Guru Nasional, 25 November 2022.
Yo sebagai penggagas dan mandor utama, tentu orang yang paling kental menyimpan kenangan suka dan dukanya Sastra Reboan. Ia cukup bahagia dan bangga, karena tak butuh waktu lama, beberapa sastrawan ‘besar’ ikut mengapresiasi dan pernah hadir dalam acara Sastra Reboan, antara lain WS Rendra, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Joko Pinurbo, Gerson Poyk, Saut Situmorang, seniman multitalenta Remy Sylado, aktor Ken Zuraida dari Bengkel Teater Rendra, dll.

Sesuai dengan jargon yang dicetuskan dari awal, “Banyak pintu menuju sastra,” maka acara Sastra Reboan pun diisi rupa-rupa jenis kesenian, menyerupai makanan gado-gado yang bahan bakunya dari beragam jenis sayuran, namun terasa lezat bila dikemas oleh ahli masak, dan bisa membuat pelanggan kecanduan menyantapnya. Bisa dikatakan, Yo memiliki jiwa seorang ‘Chef’ secara alamiah dalam menyajikan festival kesenian malam hari pada hari kerja, dengan bahan baku utama berupa sastra, lebih spesifik lagi puisi, lalu dimasukkan genre-genre kesenian lain ke dalamnya sebagai pelengkap sajian.
Politikus Wanda Hamidah, Effendi Choiri, Fery Mursyidan Baldan (Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional), aktris Cornelia Agata, musisi Franky Sahilatua (alm), Glenn Fredly (alm), Trie Utami, Sujiwo Tejo, kelompok musik rock metal dari Bandung, Bung Klinci yang dosen STBA Lia Jakarta, untuk menyebut sedikit nama, pernah ikut memeriahkan Sastra Reboan. Bahkan pernah profesor dari salah satu perguruan tinggi di Malaysia, Irwan Abu Bakar, dan dia juga penulis, memimpin rombongan penulis dari Malaysia untuk hadir di Sastra Jakarta. “Bahkan yang mengagetkan, pernah ada telepon dari musisi Jepang menanyakan, bolehkah hadir mengisi acara di Sastra Reboan?” kenang Yo.
Musisi dari Spanyol pun pernah mengisi acara, meski tanpa dibayar, seperti Simo yang seorang violis. “Acara yang mengesankan, saya mau datang lagi jika diundang,” ujarnya setelah tampil dan mendapat sambutan meriah.

Mengingat banyak yang hadir dari kalangan lain, Sastra Reboan pernah dikira menerima banyak dana, terutama dari politikus yang sedang mencari panggung. Pada 2014, Yo secara pribadi sempat jadi cibiran, karena ada wartawan salah mengutip wawancara, hingga berita yang muncul mengesankan Yo mendukung calon Presiden Jokowi dalam Pilpres.
“Mereka menuding aku mengatasnamakan seniman Bulungan telah mendukung Jokowi. Lah kan tidak ada deklarasi apapun. Aku hanya bilang, siapapun presiden terpilih, misalnya Jokowi terpilih, berharap ia akan memasukkan pelajaran sastra ke dalam kurikulum Pendidikan. Sastra itu mengasah perasaan. Tentunya juga mendukung acara-acara kesenian seperti Sastra Reboan ini.”

Penyair WS Rendra termasuk yang mendorong Sastra Reboan bisa hadir secara konsisten tiap bulan. Rendra berpesan melalui Ken Zuraida, dan disampaikan kepada Yo saat mbak Ken ngobrol di rumah Yo. Rendra juga berpesan melalui penyair A. Slamet Widodo agar ikut mempertahankan Sastra Reboan.
“Melalui Mbak Ida (Ken Zuraida – Red), Rendra berpesan agar Sastra Reboan diperjuangkan terus supaya bisa bertahan. Sementara Sapardi Djoko Damono memandang, saweran dalam acara kesenian termasuk budaya yang unik dan sudah termasuk langka. Kita buat saweran itu bukan untuk para pengurus, tapi untuk biaya ke depannya, kan butuh konsumsi untuk yang hadir,” kata Yo.
Sastra Reboan memang untuk beragam kalangan, bahkan untuk para penulis pemula bisa tampil di panggung, yang sering berpadu dengan penulis senior dan ternama. Sastra Reboan memberi tempat kepada para penulis yang punya buku, tapi tak punya ruang untuk meluncurkannya, juga kepada musisi baru yang ingin meluncurkan albumnya.
Saya juga pernah beberapa kali hadir di acara Sastra Reboan, dan pernah diminta baca puisi. Dokumen dari kompas.com malah pernah memuatkan pernyataan yang saya sampaikan pada suatu malam, yang ditulis oleh Jodhi Yudono dengan bunyi: “Dalam bincang itu, juga muncul usulan dari Doddi Ahmad Fauii, penyair agar Sastra Reboan tak hanya menyajikan panggung sastra, tapi juga festival atau sayembara menulis puisi secara nasional. Hasilnya, selain dibukukan, juga dilanjutkan dengan lomba baca puisi.”
“Selain itu, saya mengharapkan adanya apresiasi dari penikmat Sastra Reboan untuk lebih apresiatif terhadap para penampil di panggung. Bukannya asyik berbicara saat pementasan berlangsung. Ini kritik buat kita semua,” kata Doddi yang juga pemimpin redaksi sebuah majalah seni.”

Untuk mempertahankan nafas dan energi Sastra Reboan, Yo menerapkan strategi, misalnya teman yang aktif di sastra Reboan, meski bukan pendiri, coba diajak menjadi semacam pengurus. Yo menyebut beberapa nama. Hampir setiap bulan diusahakan ada peluncuran buku dari penulis muda maupun senior. Saat lebaran, Yo juga suka mengundang kawan-kawan datang ke rumah, hingga terjadi pertemuan antara senior dengan penulis pemula.
Karena pandemi covid19, pedal gas akhirnya harus dilepas. Bila melihat titimangsa di facebook akun Sastra Reboan New, tanggal terakhir Sastra Reboan menggelar acara di Wapres Bulungan, jatuh pada 29 Januari 2020.

Setelah pandemi berlalu, ada keinginan dari pegiat sastra untuk kembali menggelar acara offline. Dari Wapres Bulungan di Jakarta Selatan, tempat berpindah ke TIM, dan acara perdana di TIM, dimulai tanggal 15 Juli 2022, dengan acara mengenang Chairil Anwar. Tampak penyair Sutardji Calzoum Bachri dan Hasan Aspahani turut diminta hadir menjadi pemateri. Namun, bila dijalankan di luar hari Rabu, berarti Sastra Reboan tinggal menjadi ‘brand’, dan acara bisa digelar pada hari apapun, dan tidak bisa malam hari jika dilangsungkan di Gedung PDS Jassin yang merupakan salah satu ruangan di Aula Panjang Ali Sadikin. Acara di ruangan PDS Jassin hanya bisa dihelat hingga pukul 17.00 WIB.
Namun, spirit Rabu sepertinya akan dipertahankan, sebab setelah Agustus hingga November 2022, acara dikembalikan ke hari Rabu, tapi pada siang hari.
“Saya diamanati Rendra untuk mempertahankan Sastra Reboan. Perpindahan tempat ini kan kita harus mengikuti aturan dan penyesuaian,” kata A. Slamet Widodo, yang sedari awal menjadi salah satu urat nadi untuk menghidupkan Sastra Reboan. Setelah sempat vacum, sastra Reboan kini kembali bergeliat di ruang PDS HB Jassin di TIM.

Yo tidak memungkiri, selama di Bulungan, memang ada keterbatasan untuk bisa menghadirkan pengunjung dari berbagai kalangan. Anak kecil akan sulit dihadirkan, selain karena malam hari, juga pengunjung banyak yang merokok. Ruangan tampung untuk pengunjung kurang luas, hingga tak jarang pengunjung membludak keluar dari batas Wapres. Tempat terbuka dan di pinggir jalan, kadang acara terganggu oleh kebisingan kendaran.
“Bagaimanapun, Sastra Reboan telah hadir dan mencoba memberikan secuil sumbangan bagi dunia sastra. Suatu saat nanti, jika kami sudah tiada, anak-anak muda yang sudah diracuni oleh puisi akan ingat ada Sastra Reboan yang hadir di keriuhan malam, di Wapres Bulungan, lalu di TIM,” pungkas Yo.
* Doddi Ahmad Fauji, Analis literasi tekstual.
Tulisan Bagian kesatu, lihat DI SINI
Acara yang luar biasa kang, semoga tetap langgeng 🤲🏻🤲🏻👍🏻👍🏻👍🏻