MENULIS PUISI JELEK
Pak, bagaimana caranya menulis puisi?
Gampang, tuliskan saja apa yang kamu pikirkan dan kamu rasakan.
Tapi, Pak! Saya takut salah.
Dalam puisi tidak ada benar-salah, yang ada bagus atau tidak.
Ajari saya, Pak, caranya menulis puisi yang bagus!
Kaukenal Agus R. Sarjono? Beliau adalah salah satu penyair besar Indonesia. Beliau pernah mengajarkan Bapak rahasia menulis puisi jelek.
Kok menulis puisi jelek, Pak?
Kalau kautahu jeleknya, pasti akan tahu yang bagusnya.
Oooh, baiklah! Saya siap belajar menulis puisi jelek, hehe…
Bagus! Bapak beritahu rahasianya. Kalau kamu ingin menulis puisi jelek, maka gunakanlah kata-kata yang bersifat umum. Pasti jelek.
Hah? Maksudnya?
Coba perhatikan, puisi tentang IBU, pasti semisal begini:
Oh, ibu… sungguh besar pengorbananmu
Kaulahirkan aku ke dunia ini
Dengan bersusah payah
Semua ibu, ibumu, ibu saya, ibunya orang-orang, yang namanya ibu, pasti sama-sama melahirkan anaknya, dengan bersusah payah. Itulah kata-kata umum. Biasa.
Coba perhatikan lagi, puisi tentang GURU:
Oh, guru… begitu besar jasamu
Kauajarkan aku bermacam ilmu
Membaca, menulis, dan berhitung
Yah, yang namanya guru pasti mengajarkan ilmu pada muridnya. Itu sudah lumrah. Umum.
Coba lagi puisi tentang PETANI:
Oh, petani… begitu besar jasamu
Kautanam padi di sawah
Ada lagi tentang AYAH:
Oh, ayah… begitu besar jasamu
Kau bekerja siang dan malam
Bagaimana kalau puisi tentang TUHAN?
Oh, Tuhan… begitu besar kuasa-Mu
Kau ciptakan langit bumi beserta segala isinya
Nah, puisi-puisi seperti itu tidak akan menimbulkan kesan mendalam bagi pembacanya. Tidak ada yang istimewa, hanya biasa-biasa saja. Itu semua karena kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum, kata-kata biasa, kata-kata orang kebanyakan.
Jadi, harusnya seperti apa, Pak?
Hmm… harusnya, gunakan kata-kata khusus. Untuk mendapatkan kata-kata khusus, observasi dulu sebelum menulis. Misal, untuk menulis puisi tentang IBU, maka kamu wajib observasi dulu semua hal tentang ibumu karena ibumu pasti tidaklah sama dengan ibunya teman-temanmu.
Bagaimana caranya observasi?
Kamu bisa menggunakan teknik bertanya. Coba kaujawab pertanyaan Bapak:
Berapa kira-kira umur ibumu? Eh, kaupanggil apa ibumu? Bunda? Umi? Mama?
Ibu. Umurnya sekitar 50-an, mungkin. Soalnya rambutnya sudah mulai beruban.
Ibumu wanita karier atau di rumah saja?
Hanya ibu rumah tangga.
Baju apa yang sering ibumu pakai di rumah?
Hmm… daster. Biasanya yang sering dipakai daster warna kuning gambar bunga matahari. Sepertinya itu daster kesayangan ibu.
Hmm… masakan apa yang sering ibumu hidangkan untuk keluarga?
Karena saya suka sayur lodeh, jadi ibu sering masak sayur lodeh.
Maaf nih, apakah ibumu sering memarahimu?
Sebenarnya sih jarang. Tapi dia pernah marah besar ketika saya ketahuan merokok di kamar mandi. Padahal, saya hanya coba-coba,tetapi ibu marahnya bukan main.
Alamak! Cukup itu saja dulu pertanyaannya. Nanti kamu bisa tambahkan dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Nah, jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa kamu gunakan sebagai perbendaharaan kata yang nantinya bisa kamu rangkai dalam menulis puisi.
Ini hanya sebagai contoh. Kamu bisa saja merangkainya seperti ini:
Daster kuning motif bunga matahari yang melekat di tubuhmu itu telah menjadi saksi
Dan sayur lodeh yang sering kauhidangkan setiap pagi telah menjadi bukti
Betapa besar kasih sayangmu padaku, ibu…
Kutahu marahmu adalah cinta
Nasihatmu adalah doa
Takkan kubiarkan rambutmu memutih sia-sia kupastikan buat dirimu bangga
Doakan aku, ibu!
Cobalah kaubacakan puisi tersebut di hadapan ibumu, mungkin dia akan tersentuh dan berkata dalam hatinya: “Wow, ini puisi, gue banget!”
Bandingkan jika kaubacakan puisi IBU versi pertama: “Oh, ibu… sungguh besar pengorbananmu / kaulahirkan aku ke dunia ini / dengan bersusah payah //”, mungkin ibumu akan berkata: “Lebay, lo!” atau mungkin: “Lagi kesambet kali nih anak?”
Bagaimana? Jelas?
Sangat jelas, Pak! Intinya:
1. Hindari kata-kata umum.
2. Observasi untuk mendapatkan kata-kata khusus yang luar biasa.
Bagus. Sepertinya Bapak telah menemukan calon penyair besar, hehe…. Jangan lupa, menulis itu harus jujur. Maka, libatkanlah rasa, gunakan suara hati, agar puisimu sampai ke hati para pembaca.
Sekarang, coba kautulis puisi tentang AYAH!