Profil Kang Amran CEO PortalNusa: Alumni UPI, Pernah Tinggal di Eropa
Sungguh Amran Halim, S.S hanya orang biasa, seperti lagu Project Pop, Bukan Superstar: “ku bukan superstar kaya dan terkenal, ku bukan saudagar yang punya banyak kapal, ku bukan bangsawan, ku bukan priyayi, ku hanyalah orang yang punya banyak mimpi” digubah sedikit di akhir liriknya.
Ayah seorang Guru SD di Pabuaran, Wahab, S.Pd. Ia anak pertama dari 4 bersaudara Nenek Sariah Binti … Ibu bernama Husniah Binti Yusuf seorang IRT yang menyibukkan diri di pengajian dan kadang ngajar ngaji keliling. Ia seorang buyut dari Kiyai Abas Desa Bojong Negara.
Entah punya darah seni dari jalur mana, sejak SD peka dengan ritme dan nada. Dibelikanlah gitar hitam oleh Alm. Bapak. Gitar bekas si Candra Bidan Ninik. Belajar gitar mulai dari Agek, Apih Mukti, dan Rohendi si “anak malam” patronase Lango. Sempet jadi anak Punk bareng Gugun cs. Tukang nongkrong di Kantor POS bareng Aris Pitak, Fatah, Ade Ewo, Didit, Ence, Yudi Mog, Sobrun (kini Kiayi Anom Damarguna) dll da loba. Juga sering nginep di Adi Suwardi bareng Ucok, Ipung, dan Untek. Tapi di Necil jadi Pramuka didikan Kak Lukman dan Pak Guru Narsim.
Saat SMA selera dan musikalitas mulai naik. Bareng Agus (Sembilan Band) ngulik lagu-lagu Slank, dengerin Yngwie, Steve Vai, Dream Theater, Metallica, dll. Jadilah Slankers Cirebon Timur terdaftar sebagai anggota di “Pulau Biru” Cibogo. Ngeband bareng Agus (Sembilan Band), Yudi (Sputnik), Fajar Lagondi, dan Haryo Huntu. Terakhir manggung di Festival Slankers Cirebon Timur, di Baro – Gebang.
Saat itu dukungan pada profesi musik sangat minim, dan denger cerita Lango cs yang sudah punya banyak lagu pun susah rekaman. Maka saya ikuti keinginan Bapak untuk lanjut kuliah di UPI Bandung. Dengan pilihan pertama Seni Musik dan ke dua Bahasa dan Sastra Indonesia (Non Pendidikan).
Delapan tahun perantauan saya di Bandung, sebagai Mahasiswa UPI Bandung, menggali ilmu secara formal tentang persoalan pendidikan. Mengkritisi pemerintah bahwa anggaran pendidikan harus 20%.
Belajar kepemimpinan sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia (Hima Satrasia), Ketua UKM Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) UPI , Ketua Cabang Front Mahasiswa Nasional (FMN) Bandung. Berkawan dan bertukar pandangan dengan Aktivis PMII, HMI, GMNI, KAMMI, Hikmawati, FKMC Bandung.
Belajar kepedulian lingkungan kepada Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jabar di masa Kang Dadan Ramdan. Mengabdikan diri pada rakyat dengan belajar hukum positif kepada LBH Bandung masa jabatan Kang Yogi dan Bung Toni Permana.
Meski sibuk dengan perkuliahan, berorganisasi, dan demonstrasi, saya masih sempat menyalurkan hobi bermusik bersama Asas Zenith. Grup musikalisasi puisi mengisi acara-acara sastra. Dua kali konser tunggal dengan konser terakhir “The Reunion” pada tanggal 15 Desember 2012 di UPI Bandung.
Atas keterlibatan dalam Tim Pencak Silat Road to Unesco & Olympic mengantarkan saya pada penerbangan pertama ke Netherland, Belanda. Bertemu Dubes, menjejaki kantor KITLV Leiden, riset naskah-naskah kuno nusantara, bertemu Sinta Ridwan (Aksakun), berpelesir ke Menara Eifel dll di bulan Mei 2014. Akhirnya Pencak Silat diakui Unesco pada tahun 2019.
Sejak akhir 2014, saat itu mulai pergantian Menteri. dari Roy Suryo ke Imam Nahrawi saya sudah mengantor di Kemenpora di unit Asdep Promosi dan Penghargaan Pemuda-Olahraga. Mulai berambut pendek dan bergelut di dunia Olahraga dengan segala program pengembangan Pemuda di Kemenpora. Berkeliling Indonesia menemui orang-orang hebat yang akan menerima penghargaan dari Kemenpora. Serta berkeliling negara-negara Asean mendampingi olahragawan bertanding di SEA Games dan event Internasional.
Delapan tahun beraktivitas di Kemenpora mengenalkan saya pada program-program unggulan nasional serta terhubung dengan orang-orang yang beraktivitas di Kemenaker, Kemendesa, Kemenperin, Forum Taman Baca Masyarakat (TBM) dan PBNU (periode Said Aqil) karena saya sebagai warga NU dari Cirebon.
Ih ternyata keren tuh kang Amran👍👍👍